Bogor, 20 Maret 2025 – Lembaga Riset Internasional Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim (LRI-LPI) IPB University bersama Pusat Studi Reklamasi Tambang menggelar diskusi ilmiah LRI TALK #1 bertema Transformasi Lahan Bekas Tambang untuk Ketahanan Pangan dan Keberlanjutan Lingkungan. Acara hybrid ini membahas strategi reklamasi lahan pasca-tambang agar para pemangku kepentingan dapat mengoptimalkan pemanfaatannya untuk pertanian, perikanan, dan kehutanan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Acara ini membuka rangkaian forum diskusi ilmiah LRI TALK, yang akan digelar secara bergilir setiap dua bulan sekali oleh pusat-pusat studi di bawah LRI-LPI, yaitu Pusat Studi Reklamasi Tambang (REKLATAM), Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Center for Climate Risk and Opportunity Management (CCROM), Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS), dan Pusat Studi Bencana (PSB).
Acara ini dihadiri oleh akademisi, peneliti, pemangku kebijakan, dan perwakilan industri pertambangan, serta dibuka resmi oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim IPB University, Prof. Ernan Rustiadi. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa sektor pertambangan berperan penting dalam perekonomian nasional, tetapi juga menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan. Oleh karena itu, ia mendorong para pihak untuk menjadikan reklamasi lahan bekas tambang sebagai kebutuhan mendesak guna memastikan keberlanjutan ekosistem dan ketahanan pangan di masa depan.
Prof. Ernan menambahkan bahwa para pemangku kepentingan perlu memanfaatkan lahan pasca-tambang tidak hanya untuk merehabilitasi lingkungan, tetapi juga untuk mendukung perekonomian lokal. Ia menegaskan bahwa transformasi lahan bekas tambang dapat memberikan manfaat jangka panjang, baik secara ekologis maupun sosial-ekonomi. Dengan menerapkan pendekatan berbasis sains dan teknologi, para pemangku kepentingan dapat memulihkan fungsi lahan yang terdegradasi akibat pertambangan, bahkan meningkatkan produktivitasnya melebihi kondisi sebelumnya.
Sebanyak 17 peserta mengikuti acara ini secara luring (offline), yang mencakup para pembicara, Kepala LRI, serta para kepala pusat studi. Sementara itu, sekitar 270 peserta lainnya bergabung secara daring melalui Zoom Meeting. Para peserta berasal dari beragam latar belakang, seperti dosen dan mahasiswa, praktisi tambang, lembaga pemerintah, dan organisasi riset dari seluruh Indonesia.
Institusi asal peserta cukup beragam antara lain IPB University sendiri, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Jambi, Universitas Papua, Universitas Andalas, Universitas Halu Oleo, Universitas Sriwijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Tanjungpura, serta beberapa lembaga pemerintah seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, dan BPSILHK. Dari sektor industri, hadir pula perwakilan dari perusahaan terkemuka seperti PT Freeport Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, Harita Group, dan PT Gema Kreasi Perdana, serta beberapa konsultan dan pelaku industri pertambangan lainnya. Diskusi ilmiah ini dipandu oleh Kepala Pusat Studi Reklamasi Tambang, Prof. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. dan Sekretaris Pusat Studi Reklamasi Tambang Ir. Hermanu Widjaja, M.Sc. Agr., dua pakar di bidang reklamasi lahan tambang dengan keahlian khusus dalam pengelolaan tanah dan ekosistem pasca-tambang. Dengan kompetensi keduanya, diskusi ini memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam optimalisasi lahan bekas tambang untuk keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan.

Dalam sesi pertama, para pakar dan akademisi membahas berbagai tantangan dalam reklamasi lahan bekas tambang, mencakup aspek teknis, kebijakan, serta sosial. Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc., mengulas pentingnya pendekatan berbasis kehutanan dalam reklamasi tambang. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar dalam reklamasi lahan tambang adalah pemilihan jenis tanaman yang dapat bertahan di tanah yang telah mengalami degradasi ekstrem. Ia menyarankan model agroforestri sebagai solusi, yang memungkinkan kombinasi antara tanaman kehutanan dan tanaman pangan dalam satu ekosistem reklamasi.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Iskandar menyoroti dampak pertambangan terhadap kualitas tanah. Ia menjelaskan bahwa tanah di lahan bekas tambang sering kali kehilangan unsur hara, mengalami perubahan struktur fisik, serta berisiko mengandung logam berat yang dapat berbahaya bagi tanaman dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan perlu menerapkan strategi rehabilitasi tanah dengan menggunakan bahan pembenah seperti kapur, kompos, dan biochar agar mereka dapat mengembalikan kesuburan tanah dan memastikan lahan aman untuk pertanian.
Dalam sesi yang sama, Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc., menekankan bahwa aspek regulasi juga menjadi tantangan besar dalam reklamasi lahan bekas tambang. Ia menjelaskan bahwa peraturan yang ada saat ini masih memiliki tumpang tindih antara kewenangan Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, kepemilikan lahan setelah pasca-tambang sering kali menjadi permasalahan tersendiri, terutama bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan kembali lahan tersebut untuk pertanian dan kehutanan.
Menurut Prof. Budi, solusi dari permasalahan ini adalah harmonisasi kebijakan antara berbagai kementerian dan pemerintah daerah. “Regulasi harus lebih fleksibel dan mendorong perusahaan tambang maupun masyarakat setempat untuk secara aktif melakukan upaya reklamasi. Jika pemerintah bisa memberikan kepastian hukum, maka masyarakat akan lebih terdorong untuk ikut serta dalam pemanfaatan lahan bekas tambang,” jelasnya.
Para narasumber dalam sesi kedua diskusi membahas inovasi dan teknologi yang dapat mereka terapkan dalam reklamasi lahan bekas tambang. Prof. Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr., membahas peran mikroba dalam memperbaiki kualitas tanah di area pasca-tambang. Ia menjelaskan bahwa mikroba tanah tertentu dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah serta mengurangi kandungan logam berat yang berbahaya bagi tanaman pangan.
“Mikroba berperan sebagai biofertilizer alami yang meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kondisi ekstrem. Selain itu, para pelaku reklamasi yang memanfaatkan mikroba dapat menciptakan proses reklamasi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan ketika mereka menggunakan metode berbasis bahan kimia,” ujar Prof. Suryo
Selain memulihkan tanah, para peserta diskusi juga membahas secara khusus potensi pemanfaatan kolong bekas tambang untuk perikanan. Prof. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc., menjelaskan bahwa pelaku reklamasi dapat mengubah lubang-lubang bekas tambang yang terisi air menjadi kolam budidaya ikan air tawar, seperti nila dan lele.
Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan utama dalam pemanfaatan kolong bekas tambang untuk perikanan adalah kualitas air. “Beberapa lokasi bekas tambang memiliki kandungan logam berat yang tinggi, sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai ekosistem perikanan,” jelasnya.
Sementara itu, Ir. Murdianto, MS., menegaskan bahwa aspek sosial-ekonomi dalam reklamasi lahan bekas tambang juga harus menjadi perhatian utama. Ia menjelaskan bahwa keterlibatan masyarakat lokal dalam proses reklamasi dapat memberikan dampak yang lebih luas bagi pembangunan berkelanjutan.
“Reklamasi tidak hanya sebatas memperbaiki kondisi lingkungan, tetapi juga harus memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar. Jika masyarakat diberdayakan dalam pengelolaan lahan reklamasi, maka reklamasi akan lebih berkelanjutan dan memberikan dampak ekonomi yang nyata,” ujarnya.

Diskusi LRI TALK #1 menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis yang penting bagi masa depan pengelolaan lahan pasca-tambang di Indonesia. Di antaranya adalah perlunya penelitian lanjutan mengenai dampak lingkungan dan keamanan pangan dari lahan bekas tambang, harmonisasi regulasi antar-kementerian dan lembaga, serta peningkatan insentif bagi perusahaan dan masyarakat dalam mendukung upaya reklamasi yang berkelanjutan.
Diskusi yang berlangsung secara intensif ini diwarnai oleh antusiasme tinggi dari peserta, baik yang hadir secara langsung maupun daring. Selain menyoroti praktik-praktik baik dalam reklamasi tambang, para peserta juga menyampaikan pandangan kritis terkait dampak negatif dari reklamasi yang tidak sesuai kaidah teknis dan ekologis, serta lemahnya pengawasan terhadap kewajiban reklamasi oleh perusahaan tambang.
Isu mengenai keamanan pangan dari lahan bekas tambang menjadi perhatian tersendiri, mendorong pentingnya kajian ilmiah mendalam sebelum lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk produksi pangan. Selain itu, peserta juga menyoroti tumpang tindih regulasi antara Kementerian ESDM, KLHK, dan pemerintah daerah, serta pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam implementasi reklamasi tambang.
Forum ini menegaskan bahwa upaya reklamasi lahan bekas tambang memerlukan kolaborasi multisektor. Hanya dengan sinergi antara akademisi, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, para pemangku kepentingan dapat memulihkan lahan yang telah terdegradasi akibat pertambangan menjadi lahan yang produktif, aman, dan berkelanjutan baik dari sisi ekologi, sosial, maupun ekonomi.
Sebagai penutup acara LRI TALK #1, Kepala LRI-LPI IPB University, Prof. Rizaldi Boer, menekankan bahwa upaya reklamasi lahan bekas tambang harus menjadi agenda bersama antara akademisi, pemerintah, dan pelaku industri. Ia menyatakan bahwa para pemangku kepentingan perlu menerapkan pendekatan multidisiplin guna memastikan mereka dapat melaksanakan reklamasi secara efektif dan berkelanjutan.
“Kami berharap diskusi ini menjadi awal dari kolaborasi yang lebih erat dalam menciptakan inovasi serta kebijakan yang mendukung pemanfaatan lahan bekas tambang. Transformasi lahan ini tidak hanya bertujuan untuk pemulihan ekosistem, tetapi juga untuk menciptakan nilai tambah bagi masyarakat,” ujar Prof. Rizaldi.
Ia juga menegaskan bahwa LRI-LPI IPB University akan terus mendorong riset dan inovasi dalam bidang reklamasi tambang, termasuk pengembangan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan kebijakan yang lebih adaptif.
Berbagai pihak telah berkomitmen untuk menjadikan reklamasi lahan tambang sebagai bagian dari solusi ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia. Diskusi ini memberikan pijakan awal bagi peneliti untuk melanjutkan riset serta mendorong implementasi nyata dalam pengelolaan lahan pasca-tambang yang lebih berkelanjutan.
Forum ini mendorong semakin banyak pihak untuk berkontribusi dalam upaya reklamasi tambang, sehingga lahan-lahan yang sebelumnya terdegradasi dapat kembali produktif dan memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan serta ekonomi nasional.